Entis Sutisna Ungkap Ajakan PDAM Jayapura Manfaatkan Sumber Air Bersih di Danau Sentani
Entis Sutisna Ungkap Ajakan PDAM Jayapura Manfaatkan Sumber Air Bersih di Danau Sentani |
- Entis Sutisna Ungkap Ajakan PDAM Jayapura Manfaatkan Sumber Air Bersih di Danau Sentani
- Agus Rahmawan Sebut Permintaan HNSI Prioritaskan Program untuk Nelayan Asli Papua
- Syamsuddin Levi Ajak Badan Publik di Papua Lebih Terbuka Menyampaikan Informasi
- Herry Ario Naap dan Moeldoko Diskusi Empat Mata Tentang Pembangunan di Biak Numfor
- Herry Ario Naap Buka Musrenbang RKPD Pemkab Biak Numfor Tahun 2023
- Indonesia Pertimbangkan Keinginan Amerika Serikat Keluarkan Rusia dari Pertemuan G20
- Activists Slam Plan to Divide Papua after National Parliament Approve New Provinces’ Bills
- Aktivis dan Masyarakat Papua Kecam Pembentukan Tiga Provinsi Baru
Entis Sutisna Ungkap Ajakan PDAM Jayapura Manfaatkan Sumber Air Bersih di Danau Sentani Posted: 08 Apr 2022 08:00 PM PDT
JAYAPURA, LELEMUKU.COM – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jayapura mendorong pemanfaatan Danau Sentani untuk menjadi sumber air bersih jangka panjang yang baru bagi masyarakat Port Numbay dan sekitarnya. Hal demikian, karena kapasitas sumber air yang dikelola PDAM Jayapura sejak 25 tahun terakhir, belum bertambah dan kerap berkurang pasokan maupun kapasitasnya ketika memasuki kemarau. "Maka itu, kami menilai pemanfaatan Danau Sentani adalah solusi konkrit bagaimana untuk mengantisipasi kekurangan air bersih di Jayapura dan sekitarnya. Dan Danau Sentani bisa dijadikan alternatif ketika terjadi kemarau yang panjang, sebab potensi dan kapasitasnya yang besar," terang Dirut PDAM Jayapura, Entis Sutisna, Selasa, di Jayapura. Ia katakan, pertumbuhan penduduk di wilayah Jayapura saat ini semakin tinggi. Dengan demikian, kebutuhan akan air bersih semakin tinggi pula, dimana hal ini dapat dilihat dari tingginya angka permintaan penyambungan air bersih PDAM dari masyarakat maupun pihak swasta yang bergerak di bidang pembangunan perumahan. "Sebab coba dibayangkan potensi Danau Sentani ini menurut kajian Balai Wilayah Sungai Papua, ada sekitar potensi 1.100 liter air per detik, sementara PDAM Jayapura saat ini mengelola air sebanyak 895 liter per detik". "Bisa kita bayangkan lagi kalau misalkan Danau Sentani ini sudah jadi sumber air baru, saya yakin warga Kota dan Kabupaten Jayapura tidak bakal kesulitan air bersih," jelas ia. Berkenaan dengan hal tersebut, Entis mendorong Pemerintah Provinsi Papua serta Pemerintah Kota dan Kabupaten Jayapura untuk dapat berkolaborasi mewujudkan hal tersebut. "Sebab pastinya untuk membangun sarana air bersih di Danau Sentani bakal menelan anggaran pembangunan bernilai puluhan milyar rupiah. Termasuk untuk pembebasan lahannya," ucap Entis. (diskominfopapua) | ||
Agus Rahmawan Sebut Permintaan HNSI Prioritaskan Program untuk Nelayan Asli Papua Posted: 08 Apr 2022 07:57 PM PDT JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Pemerintah Provinsi Papua diminta meningkatkan program skala prioritas bagi nelayan asli Bumi Cenderawasih (OAP), lebih khusus menyangkut peningkatan sarana dan prasarana maupun kapasitas mereka. "Memang sudah banyak kebijakan dan program yang digulirkan pemerintah bagi para nelayan, namun program skala prioritas untuk nelayan Orang Asli Papua (OAP) masih perlu ditingkatkan" "Maka itu, kita harapkan sentuhan dari pemerintah terkait penyediaan sarana dan prasarana nelayan kita, kemudian disisi peningkatan kapasitas nelayan OAP, baik itu melalui pelatihan dan lainnya ini, perlu terus didorong oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan produktifitas nelayan," tegas Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Papua, Agus Rahmawan, di Jayapura, Rabu (6/4/2022). Sementara melalui momentum peringatan Hari Nelayan Nasional yang jatuh pada hari ini (6 April 2022), Agus berharap dijadikan sebagai momentum bagi pemerintah untuk semakin mensejahterakan nelayan, khususnya Orang Asli Papua. Baik dalam bentuk akses bantuan permodalan dan lainnya. Lebih khusus bagi para nelayan OAP yang rata-rata memiliki kapal dengan kapasitas masih dibawah 10 GT serta navigasi yang sangat sederhana. Diketahui, total jumlah nelayan di Papua mencapai sekitar 63 ribu nelayan. Sementara nelayan yang tersebar di WPPNRI 717 meliputi Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, rata-rata berkapasitas di bawah 10 GT. (diskominfopapua) | ||
Syamsuddin Levi Ajak Badan Publik di Papua Lebih Terbuka Menyampaikan Informasi Posted: 08 Apr 2022 07:55 PM PDT JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Komisi Informasi Papua mendorong badan publik di Bumi Cenderawasih untuk lebih terbuka menyampaikan informasi yang bersifat umum, untuk dikonsumsi masyarakat sebagaimana amanat UU Keterbukaan Informasi Publik. Hal ini disampaikan Komisioner Komisi Informasi Provinsi Papua, Syamsuddin Levi pada kegiatan Sosilisasi dan Penguatan Keterbukaan Informasi Publik untuk media massa, yang dihadiri sejumlah wartawan di Kota Jayapura, Papua, Kamis, (7/4/2022). Ia menilai, sampai saat ini, masalah yang sering ditemui masih adaya badan publik yang belum benar-benar terbuka dengan informasi secara umum. Dengan demikian, banyak informasi yang seharusnya diketahui publik, tidak bisa diakses oleh mereka. "Media massa juga sering mengalami kendala mendapatkan informasi dalam pemberitaannya, apalagi informasi yang berhubungan dengan anggaran suatu badan publik". "Karena itulah, kita dorong badan publik lebih terbuka dan disinilah kita minta peran media massa menjadi penting mewujudkan keterbukaan informasi," katanya. Masih dikatakan, Syamsuddin, peran pers dengan undang-undangnya (UU Pers), dapat mendorong dan mendongkrak tingkat keterbukaan informasi publik masyarakat yang diinformasikan melalui media massa. "Sedangkan posisi Komisi Informasi sebagai lembaga pengelola keterbukaan informasi publik, mempunyai kepentingan mendorong keterbukaan informasi dari seluruh stakeholder, terutama di lingkungan pemerintahan," jelas Syamsuddin, Ketua Bidang Penelitian dan Dokumentasi di Komisi Informasi Provinsi Papua. Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Papua, Andriani Waly mengatakan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) merupakan jalan menuju era keterbukaan informasi dan penyelenggaraan negara yang transparan dan bertanggungjawab yang secara formal dijamin di dalam hukum nasional. "Undang-undang ini melindungi hak publik untuk mengakses informasi serta memberikan mekanisme terhadap pelaksanaan hak-hak tersebut. Bukan hanya itu saja, mengatur juga kewajiban badan publik untuk memberikan akses informasi kepada publik," tuntasnya. (diskominfopapua) | ||
Herry Ario Naap dan Moeldoko Diskusi Empat Mata Tentang Pembangunan di Biak Numfor Posted: 08 Apr 2022 07:48 PM PDT JAKARTA PUSAT, LELEMUKU.COM - Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap, S.Si.,M.Pd dipanggil khusus oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko, S.IP di ruang kerjanya, Rabu (30/03/2022). Dalam pertemuan empat mata itu banyak hal yang dibicarakan antara Herry Ario Naap yang juga adalah Ketua Asosiasi Bupati Kawasan Wilayah Adat Saereri dengan mantan Panglima TNI Moeldoko. Beberapa diantaranya adalah pembahasan rencana Sail Teluk Cenderawasih, pembahasan tentang peningkatan peningkatan sektor perikanan dan investasi perikanan, peningkatan peningkatan swasembada peternakan dan pertanian, serta sejumlah hal-hal lainnya. Bupati Herry Ario Naap (HAN) mengatakan, dalam pertemuan khusus itu berlangsung dengan suasana santai dan banyak masukan saran ikut disampaikan oleh Moeldoko. "Memang dalam pertemuan itu dilakukan secara terbatas, hanya saya dengan Pak Kepala Staf Presiden, intinya saya menyampaikan support dan dukungan percepatan pembangunan di Biak Numfor khususnya dan tentunya kawasan Saereri umumnya," kata HAN. Pertemuan ini menindaklanjuti diskusi awal Bupati dan Kepala Staf Kepresidenan pada acara Rapat Koordinasi Percepatan Kesejahteraan Masyarakat Wilayah Adat Saereri yang sehari sebelumnya digelar di Aryaduta, Jakarta.(HumasBiakNumfor) | ||
Herry Ario Naap Buka Musrenbang RKPD Pemkab Biak Numfor Tahun 2023 Posted: 08 Apr 2022 07:46 PM PDT BIAK, LELEMUKU.COM - Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kegiatan Program Daerah (RKPD) tahun 2023, Pemerintah Kabupaten Biak Numfor, diikuti 250 peserta tuntas digelar, di Hotel Swis-Bell Cenderawasih Biak, Selasa (05/04/2022). Musrenbang dibuka secara virtual oleh Bupati Herry Ario Naap, S.Si.,M.Pd dan dihadiri oleh jajaran anggota Forum Komunikasi Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor, pimpinan DPRD Biak numfor dan jajaran anggota dewan lainnya, pimpinan TNI/Polri, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan segenap undangan dari instantasi terkait lainnya. Bupati dalam kesempatan itu kembali menegaskan, bahwa Musrenbang RPKD merupakan salah satu agenda penting dalam menyusun, mensinkronisasikan dan merancang program-program tahun 2023 dengan tetap memperhatikan RPJMD dan visi/misi kepala daerah. Selain itu, juga memperhatikan program-program prioritas sesuai dengan kebutuhan masyarakat di tingkat bawah. "Musrenbang ini harus digunakan sebaik-baiknya untuk membahas dan mensinkronkan program-program yang dapat menyentuh kepentingan masyarakat. Program yang dibuat harus terarah dan tetap memperhatikan RPJMD, termasuk visi dan misi kepala daerah. Ini penting supaya setiap kegiatan yang kita buat terarah dan dapat dirasakan masyarakat manfaatnya," pungkasnya. Dalam kesempatan itu juga, Bupati Herry Naap, memaparkan sejumlah program strategis yang akan dibuat di tahun 2023, beberapa diantaranya terus menindaklanjuti upaya-upaya pengembangan dan pengelolaan sector perikanan termasuk didalamnya ekspor ikan, pengelolaan sector pariwisata dan sejumlah kegiatan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Sementara itu Sekretaris Daerah Kabupaten Biak Numfor Markus O. Masnembra, SH.MM yang terus mendampingi pelaksanaan Musrenbang hingga tuntas menambakan, bahwa pelaksanaan Musrenbang tahun 2023 dilakukan dengan mensingkronkan sejumlah usulan dan program yang dibuat, dengan tetap memperhatikan visi dan misi kepala daerah, serta kebutuhan mendasar masyarakat. "Seperti apa yang telah disampaikan Bapak Bupati, bahwa Musrenbang yang dilakukan wajib memperhatikan kebutuhan mendasar di masyarakat sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing, ada sejumlah program strategis dan sejumlah kegiatan lainnya," tandasnya. (humasbiaknumfor) | ||
Indonesia Pertimbangkan Keinginan Amerika Serikat Keluarkan Rusia dari Pertemuan G20 Posted: 08 Apr 2022 05:46 PM PDT JAKARTA PUSAT, LELEMUKU.COM - Pemerintah Indonesia pada Kamis (7/4/2022) mempertimbangkan bagaimana merespons permintaan dari Amerika Serikat dan negara Barat untuk mengeluarkan Rusia dari kelompok G20 menyusul invasi Moskow ke Ukraina. Indonesia yang menduduki posisi presidensi G20, sebelumnya menyatakan telah mengundang keseluruhan anggota kelompok negara ekonomi besar tersebut untuk hadir dalam puncak konferensi tingkat tinggi (KTT)-nya pertengahan November 2022 ini. Namun demikian, Amerika Serikat mengancam untuk memboikot pertemuan G20 jika perwakilan dari Rusia menghadirinya. "Saat ini sedang kami dalami. Memang perlu pertimbangan yang sangat matang dari kami selaku presidensi G20 tentang bagaimana menyikapinya. kata Dedy Permadi, Juru Bicara Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam media briefing virtual di Jakarta. "Kami akan sampaikan (posisi kami) kepada publik ketika saatnya tiba," tambahnya. Sebelumnya Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengatakan Rabu bahwa negaranya akan absen dalam sejumlah pertemuan dalam KTT G20 tahun ini jika Rusia dibolehkan berpartisipasi. "Presiden Biden telah menjelaskan ... bahwa Rusia tidak bisa dibiarkan begitu saja berada di lembaga keuangan mana pun," kata Yellen seperti dikutip Reuters. "Beliau meminta agar Rusia dikeluarkan dari G20, dan saya telah menjelaskan kepada rekan-rekan saya di Indonesia bahwa kami tidak akan berpartisipasi dalam sejumlah pertemuan jika Rusia ada di sana." Pertemuan tingkat menteri dan gubernur bank sentral akan dijadwalkan pada 20-21 April 2022 di sela pertemuan musim semi IMF dan World Bank di Washington DC. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan pemerintah Indonesia masih mengharapkan kehadiran seluruh anggota G20 dalam seluruh rangkaian KTT Itu. "Indonesia sejak tanggal 22 Februari sudah menyampaikan undangan bagi seluruh negara anggota G20 yang bersifat save the date." "Dengan demikian, perspektif Indonesia kita menjalankan apa yang menjadi preseden penyelenggaraan G20 selama ini dengan tetap mengharapkan kehadiran seluruh anggota G20 dalam seluruh rangkaian G20 apakah itu dalam financial meeting track dan sherpa track," kata Faizasyah dalam konferensi pers, merujuk pada pertemuan-pertemuan yang membahas agenda KTT. Ia mengatakan sampai saat ini pemerintah dalam level tertinggi masih terus melakukan komunikasi dengan mitra untuk mendapatkan pandangan komprehensif dan bisa menyampaikan perspektif Indonesia sebagai ketua G20. "Harapan kita pertemuan tetap berjalan, sehingga diskusi sebelumnya bisa dimatangkan di level yang akan datang untuk menuju ke KTT G20," ujarnya. Indonesia menjadi tuan rumah G20 pertamanya yang akan diadakan di Bali, Jakarta dan Yogyakarta. Pertemuan keuangan akan diadakan Juli sementara acara puncak KTT G20 akan berlangsung di Bali 15-16 November nanti. Berdasarkan laporan Kyodo News, para menteri keuangan negara anggota G20 telah memutuskan tidak akan mengeluarkan pernyataan bersama dalam pertemuan pejabat keuangan 20 April nanti. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva mengkonfirmasi keinginan Vladimir Putin untuk menghadiri pertemuan puncak G20 di Bali setelah mendapatkan dukungan China yang menyatakan bahwa Rusia tidak dapat dikeluarkan dari G20 karena negara itu "anggota penting". Meskipun adanya seruan kuat mengeluarkan dan tidak mengundang Rusia dari G20, co-sherpa G20 Dian Triansyah Djani pekan lalu mengatakan Indonesia berkewajiban mengundang semua anggota, termasuk Rusia sesuai dengan peraturan yang berlaku sebelumnya. PBB tangguhkan Rusia dalam keanggotaan HAM Dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB pada Kamis (7/4) di New York untuk menangguhkan keanggotaan Rusia dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) karena kejahatan militer Rusia atas penduduk di Ukraina, 93 perwakilan negara menyetujui keputusan itu. Sebanyak 24 negara tidak setuju dan 58 abstain. Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Malaysia and Thailand memilih abstain. Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemlu, Achsanul Habib mengatakan posisi Indonesia sejak awal menekankan dalam proses konflik Rusia-Ukraina perlindungan masyarakat sipil, perempuan dan prinsip kemanusiaan harus dikedepankan. "Harapan kita apapun posisi Indonesia nanti akan bersifat adil, selektif, objektif dan komprehensif dalam setiap keputusan yang diambil," kata Habib. Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam dan mendukung pembentukan tim investigasi independen yang digagas dewan HAM PBB menyusul tragedi yang terjadi di Bucha Ukraina kata Faizasyah. "Indonesia sangat mendukung apa yang diusulkan oleh Sekjen PBB dan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) mengenai penelitian hal yang di luar kewajaran dari perang di Ukraina dengan pembentukan tim investigasi independen agar diperoleh kejelasan seluas-luasnya," kata Faizasyah. Rusia menduduki Bucha sejak invasi ke Ukraina dimulai pada 24 Februari silam. Berdasarkan laporan beberapa media, ditemukan ratusan mayat warga sipil di jalan, di dalam gedung dan kuburan massal di wilayah itu. Pejabat setempat mengatakan lebih dari 300 orang dibunuh pasukan Rusia di Bucha. Dari jumlah tersebut, sekitar 50 dari mereka dieksekusi dari jarak dekat, demikian dilansir Reuters. Pemerintah Ukraina menyatakan Rusia melakukan kejahatan perang. Sementara Kremlin menolak tuduhan itu dam mengklaim pasukannya tidak pernah menargetkan warga sipil. Buah simalakama Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menilai presidensi Indonesia dalam G20 tahun mengalami dilema sulit. "Apakah G20 akan berjalan sesuai rencana? Mungkin lebih baik ditunda atau ditiadakan. Tapi di luar kehendak kita kalau Putin hadir, Negara Barat akan memboikot dan tidak hadir. Jadi ini buah simalakama buat kita," ujarnya dalam sebuah webinar. "Kalau November (perang) belum juga selesai maka akan meruwetkan presidensi Indonesia di G20 nanti," ungkapnya. Menurut dia, G20 yang merupakan grup ekonomi terbesar tidak memiliki aturan tentang memberhentikan atau melarang anggota untuk hadir. "It's a bad for Indonesia di saat Indonesia jadi ketua yang akan mengangkat profil Indonesia. Tapi kalaupun tidak terjadi summit juga bukan karena kesalahan Indonesia," paparnya. "Penting bagi Indonesia kalau G20 penting untuk mengatasi implikasi ekonomi dari konflik yang ada," ujar peneliti senior dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Rizal Sukma. "Penting juga bagi Indonesia untuk memastikan seluruh negara anggota berkomitmen untuk hadir. Jika tidak ada komitmen maka sebaiknya Indonesia membatalkan perhelatan ini dan menyerahkan ke keketuaan berikutnya," ujarnya. (Dandy Koswaraputra/Tria Dianti | BenarNews) | ||
Activists Slam Plan to Divide Papua after National Parliament Approve New Provinces’ Bills Posted: 08 Apr 2022 05:42 PM PDT
JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Dividing Indonesia's Papua region further could complicate efforts for a peaceful solution to the separatist conflict, after the national parliament approved a draft bill this week for the creation of three additional provinces despite local opposition, activists and community leaders are warning. They say the division violates the spirit of autonomy, erodes the trust of Papua's indigenous people and can be used to increase Indonesia's military presence in the region. On Wednesday, the House of Representatives' legislation committee approved a draft law for the creation of the new provinces of South Papua, Central Papua and Papua Central Highlands, paving the way for their passage at a plenary session, the date of which has not been announced. "The approval of the bills on the three new provinces of Papua is like lightning in broad daylight," said Timotius Murib, chairman of the Papua People's Assembly (MRP), an organization consisting of customary leaders. "Without adequate consultations, suddenly the House of Representatives approved the three bills. This undermines the spirit of special autonomy," he told BenarNews. He stressed that Jakarta should not be hasty about carving up Papua, warning that new administrative units could erase the MRP's cultural territories. "These bills ignore the rules stipulated in the Special Autonomy law which requires consultations with the people of Papua. Under Special Autonomy, the establishment of new administrative units must be consulted with and approved by the MRP," Murib said. Indonesia's parliament last July passed a new special autonomy law for Papua that boosts central government funding for the troubled region at Indonesia's far-eastern end. Jakarta granted special autonomy for Papua in 2001 to mollify desires for independence, but Indonesian security forces have been accused of human rights abuses during anti-insurgency operations there. The government said that last year's legislation, which replaced the 2001 special autonomy law, would spur development in the Papua region, which currently comprises Papua and West Papua provinces. In November 2021, Mohammad Mahfud MD, the coordinating minister for political, security and legal affairs, said that breaking up Papua into more provinces would help economic and social benefits reach those it was intended for more efficiently and sooner. "In addition to our national strategic interests to strengthen the integrity of the Unitary State of the Republic of Indonesia, there is also the need to accelerate social welfare," he had said about why the government wanted to divide Papua into smaller units. Under the law, Papua is entitled to a lion's share of proceeds from its natural resources, including 80 percent from the forestry and fisheries sectors, and 70 percent from oil and gas, for the next 20 years. Papua Gov. Lukas Enembe warned that new provinces could undermine the protection of indigenous people. "The presence of new autonomous areas must benefit the communities, because most of the funding will be absorbed for infrastructure [projects]," Enembe said. 'A counterproductive situation' The plans to carve up Papua have been widely opposed by indigenous people. Protests against the plans have been held in major Papuan cities including Jayapura, Wamena, Yahukimo, Timika, Nabire and Lanny Jaya. In Yahukimo, two people were killed and six others injured when security forces opened fire during a rally last month. Cahyo Pamungkas, a researcher at the National Research and Innovation Agency (BRIN), said Jakarta's policy to divide Papua could backfire and make it more difficult to reach a settlement in the separatist conflict. "The cycle of political violence in Papua has resulted in civilian casualties and displaced people," Cahyo said in a statement released by the Humanitarian Coalition for Papua. "The revised autonomy law and the policy to divide [Papua] have created a counterproductive situation. As a result, the indigenous people of Papua increasingly feel that they lack security and continue to be reminded about the dark past," he said. Clashes between rebels and government forces have intensified since December 2018, after rebels killed 20 people who worked for a state-owned construction company building a road in Papua. Since the 1960s, Papua has been home to a separatist insurgency, while the country's security forces have been accused of human rights abuses in counter-insurgency operations. In 1963, Indonesian forces invaded Papua – like Indonesia, a former Dutch colony – and annexed the region that makes up the western half of New Guinea Island. Papua was incorporated into Indonesia in 1969 after a United Nations-sponsored vote, which locals and activists said was a sham because it involved only about 1,000 people. However, the United Nations accepted the result, essentially endorsing Jakarta's rule. The future South Papua province has only four regencies – Merauke, Mappi, Asmat and Boven Digoel – said Yorrys Raweyai, a Papuan member of the Regional Representatives Council, one of the two houses in the national assembly. "This could violate the constitution. The [autonomy] law stipulates that a new province should have at least five regencies or cities. In South Papua, there are only four regencies," he said. Miya Irawati, executive director of the Public Virtue Research Institute, said Jakarta should scrap or postpone the plan to establish new provinces until there is a decision by the Constitutional Court on the challenge to the new autonomy law filed by the MRP. "This is a setback for democracy in Papua. Instead of respecting the spirit of special autonomy, the government has recentralized the politics of local governance," Miya said in a statement. Hussein Ahmad, a researcher from the human rights group Imparsial, expressed concern that Papua's divisions would be used to justify an increase in the military presence., which he said could exacerbate the conflict. "If there are three new provinces then it will likely be followed by the formation of three new military commands and new units under them, which will certainly increase the number of military personnel in Papua," he said. "Amid efforts to resolve the ongoing conflict and violence and the lack of accountability for military operations in Papua, the establishment of new territorial units and an increase in the number of troops could increase violence and human rights violations in Papua," Hussein said. (Victor Mambor| BenarNews) | ||
Aktivis dan Masyarakat Papua Kecam Pembentukan Tiga Provinsi Baru Posted: 08 Apr 2022 05:22 PM PDT
JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Aktivis dan tokoh masyarakat Papua mengecam keputusan DPR untuk menyetujui rancangan undang-undang tentang pembentukan tiga provinsi baru di Tanah Papua, yang menurut mereka dilakukan tanpa konsultasi dengan perwakilan masyarakat asli. Mereka juga mengingatkan bahwa pemecahan wilayah itu akan mempersulit upaya mencapai perdamaian dan dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk menambah pasukan keamanan di Bumi Cenderawasih itu. Badan Legislasi DPR menyetujui rancangan undang-undang (RUU) tentang pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah dalam rapat pleno pada Rabu. Belum diketahui kapan RUU itu akan disahkan DPR menjadi undang-undang. "Persetujuan RUU tiga provinsi baru Papua itu bagaikan petir di siang bolong. Tidak ada dengar pendapat yang memadai, tiba-tiba DPR menyetujui tiga buah RUU. Ini menciderai semangat otonomi khusus," kata Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, kepada BenarNews. Ia menegaskan pemerintah Indonesia seharusnya cermat dan tidak terburu-buru dalam memutuskan pemekaran Papua, yang menurutnya berakibat lepasnya sebagian besar wilayah kultural MRP dan wilayah pemerintahan Provinsi Papua. "UU ini mengabaikan aturan yang ditetapkan oleh Pasal 77 UU No. 21/2001 Tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua yang mewajibkan adanya konsultasi dengan rakyat Papua. Dalam Otonomi Khusus, pemekaran wilayah wajib memperoleh pertimbangan dan persetujuan MRP," lanjut Murib. Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan semua pihak seharusnya memikirkan dampak negatif kehadiran provinsi baru yang dapat mengancam perlindungan terhadap Orang Asli Papua, yang selama ini belum maksimal. "Kehadiran DOB (Daerah Otonom Baru) mesti benar-benar menyejahterakan masyarakat, sebab sebagian besar dana yang (nantinya) digunakan akan lebih banyak terserap untuk infrastruktur," kata Enembe. Rencana pemecahan provinsi Papua dan Papua Barat ini telah mengalami penolakan di kota-kota utama di Papua seperti Jayapura, Wamena, Yahukimo, Timika, Nabire dan Lanny Jaya. Di Yahukimo bahkan dua orang tewas dan enam lainnya luka karena ditembak aparat keamanan Indonesia saat aksi demo penolakan pemekaran pada 15 Maret. Polisi mengatakan mereka terpaksa melakukan tembakan karena pengunjuk rasa menyerang petugas dan membakar serta merusak ruko di Dekai. "Kontra-produktif" Peneliti utama dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas, memandang kebijakan pemekaran Papua ini akan mendorong ketidakpercayaan Papua yang meluas kepada Jakarta dan akan semakin menyulitkan negara dalam mengakhiri konflik bersenjata Papua. "Pemekaran 'top down' yang dibuat sepihak oleh pemerintah pusat ini seperti mengulangi model tata kelola kekuasaan Belanda untuk terus melakukan eksploitasi sumber daya alam dan menguasai tanah Papua, yang kemudian berujung konflik," kata Cahyo dalam pernyataan tertulis. "Siklus kekerasan politik di Papua telah menimbulkan banyak korban sipil dan pengungsian. Revisi kedua UU Otsus Papua dan kebijakan pemekaran provinsi ini telah menimbulkan situasi yang kontra-produktif. Akibatnya, orang asli Papua semakin merasakan tidak adanya rasa aman dan memperkuat memoria passionis mereka atas pengalaman kelam masa lalu," katanya. Pemecahan Papua telah ditolak oleh orang asli Papua pada 1999, tetapi tetap dilanjutkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2003, dan dilegalkan pada tahun 2021, paparnya. Menurutnya, revisi kedua UU Otsus Papua dan kebijakan pemekaran provinsi ini telah menimbulkan situasi yang kontra-produktif. Akibatnya, orang asli Papua semakin merasakan tidak adanya rasa aman dan memperkuat ingatan mereka atas pengalaman kelam masa lalu. Penolakan nama provinsi Salah satu RUU yang diputuskan menjadi usul inisiatif DPR RI adalah provinsi Papua Selatan yang diberi nama Anim HA, yang ternyata ditolak oleh Tim Pemekaran Papua Selatan. "Anim Ha merupakan nama spesifik yang merujuk pada sebuah suku di Papua bernama Marind. Padahal, di empat kabupaten/kota di Papua Selatan terdapat puluhan suku yang beragam," jelas Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Thomas Eppe Safanpo. Papua Selatan yang direncanakan "mekar" menjadi provinsi baru ini hanya memiliki empat kabupaten, yaitu Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat dan Kabupaten Boven Digoel. Rencana pemekaran tanpa memenuhi syarat dasar maupun administratif ini dikhawatirkan justru bisa melanggar konstitusi, kata Yorrys Raweyai, Anggota DPD RI asal Papua. "Ini bisa melanggar konstitusi. Sesuai aturan, Pasal 35 ayat 4 huruf a menyebutkan paling sedikit ada lima kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi baru. Di Papua Selatan itu hanya ada empat kabupaten," ujarnya. Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute, Miya Irawati, menekankan pemerintah seharusnya membatalkan atau setidaknya menunda rencana pembentukan provinsi baru sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi perihal gugatan revisi UU Otsus Papua yang dilayangkan oleh MRP. "Ini adalah kemunduran demokrasi di Papua. Alih-alih menghormati semangat otonomi khusus, pemerintah justru melakukan resentralisasi politik pemerintahan daerah," ujar Miya. Hussein Ahmad, peneliti dari kelompok hak asasi manusia Imparsial menyatakan khawatir jika kebijakan pemekaran Papua akan digunakan untuk membenarkan penambahan kehadiran militer yang menurutnya dapat memperburuk konflik. "Jika ada tiga provinsi baru maka biasanya akan diikuti dengan pembentukan tiga Kodam dan satuan-satuan baru juga di bawahnya yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya jumlah pasukan militer di Papua," ujarnya. "Di tengah upaya penyelesaian konflik dan kekerasan militer yang jalan di tempat dan problem akuntabilitas operasi militer di Papua, pembentukan satuan teritorial baru dan peningkatan jumlah pasukan berpotensi meningkatkan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua" kata Hussein. (Victor Mambor| BenarNews) |
You are subscribed to email updates from #Lelemuku. To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google, 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |